Menurut Tonton Taufik, jika ingin ekspor dengan cara internet marketing saat ini, maka Anda harus menjadikan konten sebagai ujung tombak. Jebolan sekolah manajemen bisnis ITB tersebut membangun usaha furnitur sejak 1999, yang ia pasarkan ke luar negeri melalui internet marketing.
Akhir tahun 2006 perusahaannya menyabet angka penjualan S$1,41 juta (Rp 12,69 miliar). Jadi, melonjak 49 kali lipat dalam tempo 7 tahun. Di tahun 2007, ia mendapat penghargaan Primaniyarta Award yang diberikan langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Kepada reporter SWA Online, Rangga Wiraspati, Tonton berbagi kiat dan tantangan internet marketing:
Bagaimana langkah-langkah untuk memulai berbisnis lewat internet?
Langkah pertama untuk berekspor lewat internet tentu membuat situs resmi, sehingga calon konsumen dapat melihat informasi tentang produk dan pabrik. Minimal, konsumen mau bertanya tentang produk yang kita jual sehingga kita bisa follow up. Situs resmi yang dibuat harus terpercaya di mata konsumen. Caranya dengan mencantumkan informasi valid tentang perusahaan, seperti foto produk, foto pemilik, alamat lengkap, dan nomor telepon. Selain itu, dalam situs resmi juga perlu menampilkan testimoni dari endorser. Misalnya seperti dalam situs saya, menampilkan testimoni dari komunitas dan AMKRI (Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia).
Bagaimana cara order dan metode pembayarannya?
Selama ini, metode order dan pembayaran aktivitas ekspor saya dilakukan manual, dengan menggunakan e-mail dan perbankan (transfer). Saya belum memberlakukan transaksi langsung via internet.
Apakah buyer langsung percaya pada produk yang ditampilkan di website?
Supaya situs terlihat cantik, di mata konsumen, maka konten perlu diperbanyak, karena di masa ini konten adalah raja. Jika konten statis, hanya diperbaharui setahun sekali maka tidak menarik bagi konsumen. Paling jelek, konten harus diperbaharui sebulan sekali dengan menambah display produk atau pun informasi dan cerita seputar perusahaan dan industrinya. Hal ini tidak hanya berlaku untuk ekspor, tetapi juga untuk pasar dalam negeri. Saya pribadi memperbaharui konten untuk situs resmi ekspor furnitur sebulan sekali. Untuk perdagangan dalam negeri, saya bisa memperbaharuinya tiga kali dalam satu hari.
Bagaimana dampak penggunaan media internet bagi perkembangan bisnisnya?
Dampak internet bagi skala bisnis eksportir sangat besar, selama eksportir tersebut mampu meningkatkan jumlah unique visitor sesuai targetnya. Karena itu, peningkatan konten sangat krusial bagi eksportir. Sebagai sarana pendukung, eksportir via internet perlu menambahkan gimmick lewat situs-situs pendukung. Untuk mendukung promosi ekspor via internet, saya menciptakan banyak situs pendukung dan situs bayangan seperti indonesiafurniture.net dan rattanfurniture.biz, sehingga ketika orang melirik situs pendukung dan bayangan tersebut pada dasarnya mereka masuk ke situs saya juga.
Saat ini pengaruh media sosial bagi saya sangat besar untuk perdagangan dalam negeri, untuk ekspor belum bisa. Hal itu disebabkan karena penggunaan media sosial di Indonesia lebih cocok untuk perdaganan ritel, bukan wholesale yang lazim pada kegiatan ekspor. Selain itu, forum online juga cocok untuk perdagangan dalam negeri, buat ekspor belum efektif.
Sementara itu, pameran berpengaruh bagi eksportir yang belum mampu menjaring banyak unique visitor lewat internet. Jika eskportir sudah mampu, saya pikir pameran tidak terlalu berpengaruh, karena tidak selalu pameran berdampak positif bagi eksportir.
Apakah ada pengalaman yang unik selama menjalankan ekspor via internet?
Sejak mengekspor lewat internet pada tahun 1999, saya menjumpai hal unik. Ternyata, pembeli dari luar negeri cenderung lebih mudah percaya mengenai produk yang dipampang di situs resmi dibandingkan pembeli dari dalam negeri. Bahkan jika diminta uang pangkal terlebih dulu tak jarang mereka menyanggupi. Hal itu mungkin karena pembeli luar negeri lebih terbiasa untuk berdagang via internet, budayanya sudah lebih dulu terbentuk.
Pengalaman unik selama mengekspor via internet adalah pengalaman ditipu. Pengalaman ini adalah masalah posisi tawar. Bagi yang menjalankan transaksi dengan manual melalui transfer bank, jangan mengirimkan dokumen jika belum ada pembayaran. Jika kita dalam posisi butuh uang dan kita menyanggupi permintaan dokumen oleh calon pembeli, maka kita rentan untuk ditipu. Untuk memperkuat posisi tawar, kita perlu meningkatkan uang muka, misalnya 30-50%. Untuk permintaan dari negara antah-berantah, mungkin perlu sampai 80% uang mukanya.
Apakah pernah mendapat klaim dari buyer? Bagaimana mengatasinya?
Saya pernah mendapat klaim dari konsumen karena ketidakcocokan produk, meskipun jarang terjadi. Pengalaman klaim itu saya dapat di masa awal saya melakukan ekspor via internet. Biasanya ketika kita baru mulai ekspor, terlebih via internet, ada masa sinkronisasi atau penyamaan persepsi dengan calon buyer. Misalnya dalam persoalan warna, belum tentu warna kuning di Indonesia dianggap sebagai warna natural/alami oleh buyer luar negeri. Biasanya kekurangan dan ketidakcocokan persepsi dengan buyer terjadi setelah transaksi rampung. Seiring berjalannya waktu, ada harmonisasi, kita sebagai penjual dan pengekspor sudah memahami spesifikasi produk dari buyer luar negeri.
Jika ada klaim dari buyer di luar negeri, biasanya saya menanggungkan kekurangan pada pesanan berikutnya. Misalnya jika buyer membeli 10 kursi dan dua diantaranya patah ketika sampai, maka saya akan menambahkan dua kursi pada pesanan berikutnya. Tentu saya juga terbuka untuk negosiasi penggantian berupa uang.
Apa saja tantangan internet marketing untuk ekspor saat ini?
Tantangan yang dihadapi untuk mengekspor via internet saat ini adalah cara menjadi nomor satu di pencarian Google. Google telah mengubah algoritma pencariannya sehingga saat ini butuh waktu belajar yang lama untuk menjadi nomor satu di hasil pencarian atau minimal berada di halaman pertama. Situasi ini berkembang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Jika dulu saya bisa mengandalkan back link, sekarang butuh strategi yang berbeda. Beberapa situs yang saya kelola menggunakan jasa outsource untuk search engine optimalisation. Tetapi untuk situs utama saya mengandalkan penambahan konten seperti produk-produk terbaru, dan juga artikel-artikel tentang furnitur dan industri furnitur di Indonesia.
Tantangan lain yang dihadapi eksportir Indonesia yang menggunakan internet adalah masalah perijinan. Saat ini ada prosedur tambahan seperti SPLK yang menambah biaya bagi eksportir. Masalah ini tidak bisa diselesaikan sendiri oleh eksportir, butuh bantuan dari pemerintah untuk mempermudah perijinan.
sumber : https://swa.co.id/swa/profile/profile-entrepreneur/tonton-taufik-jagonya-ekspor-via-internet-marketing